Cerita seorang teman di Belanda tentang anaknya.
Pencarian Tuhan ala Bocah
Oleh: Agnes Tri Harjaningrum
Allah itu dibikin dari apa Bun?¨ tanya Malik polos.
Jujur,
saat itu saya bingung menjawab pertanyaannya. Semalam saya tak bisa
tidur. Iseng-iseng, saya membuka kembali catatan harian tentang
perkembangan spiritual anak-anak saya. Saya jadi teringat, tiga bulan
lalu, Malik, putra saya yang berusia 4,5 tahun, memang sedang gandrung
dengan pertanyaan seputar Allah. Karena bingung, saya balik
bertanya,¨Menurut Aik, Allah dibikin dari apa?¨
Tanpa ragu, ia seketika menjawab,¨Dari angin Bun.¨
Wow dari angin? Saya kaget dengan jawabannya. Tapi saya dan suami mey
akini
bahwa anak-anak adalah makhluk spiritual. Kami sepakat untuk berusaha
memberikan kebebasan berpikir dan membuat mereka tak terkekang dogma.
Kami yakin imajinasinya tak perlu dihambat, hanya perlu diarahkan hingga
akhirnya ia bisa menemukan sendiri jawabannya. Jadi, jawaban Malik saat
itu saya biarkan saja.
Saya hanya balas bertanya,¨Kenapa
Allah terbuat dari angin Ik?¨ Karena Angin nggak keliatan Bun, Allah
juga nggak keliatan,¨ balas Malik. HmmKalasannya memang logis, pikir
saya. Tapi karena saya sedang repot, diskusi kami saat itu terhenti.
Saya katakan padanya untuk bertanya lain hari pada ayahnya.
Sebulan
kemudian, lagi-lagi Malik berbicara tentang Allah. Allah itu ada
laki-laki, ada perempuan. "Endak lo, Allah itu ndak laki-laki juga ndak
perempuan,"Lala, kakaknya menyangkal. Suara Malik langsung meninggi, tak
setuju dengan pendapat kakaknya. "Iya! Allah itu ada laki-laki ada
perempuan. Aik laki-laki, berarti ada Allah laki-laki. Mbak Lala
perempuan, ada Allah perempuan!" Malik ngeyel.
"Menurut
Aik begitu ya, Iya kekuasaan Allah ada di laki-laki dan perempuan,"
Suami saya berusaha untuk tidak menyalahkan Malik. Tapi Malik tetap
ingin benar sendiri.
"Ayah! Aik bilang Allah itu ada laki-laki
ada perempuan!" Teriaknya galak. Hmm..oke..okeKayahnya pun sementara
membiarkan saja pernyataan Malik. Maklum, anak seusia itu memang hanya
mengerti hal-hal yang konkret.
Tiga hari sesudahnya Malik
mendengar kakaknya menangis sambil berkata,¨Mbak lala sayang sama
Allah.¨ Malik lagi-lagi langsung ikut bersuara soal Allah. "Allah ada
disini ( sambil menunjuk lantai di sebelah Lala), disini (menunjuk
hidungnya sendiri ļ), dan disini (menunjuk pintu). Allah ada disemua,"
katanya lucu. Lalu Malik menghampiri saya,"Allah juga ada disini Bun,¨
katanya sambil menunjuk bola transparan. Tapi di dalem situ Allah bisa
bernapas." Saya tersenyum mendengarnya. Artinya Malik paham bahwa bila
manusia yang berada di dalam bola itu pasti tidak bisa bernapas.
"Oh
menurut Aik begitu ya?" tanya saya. "Iya, Allah ada dimana-mana,¨
jawabnya yakin. "Siapa yang kasih tau Aik?" saya penasaran. "Juf (bu
guru),¨ balas Malik sambil nyengir. Saya kaget! Sungguh! Saya tinggal di
Belanda dan anak saya bersekolah di sekolah negeri. Apa betul di negara
sekuler ini masih ada guru yang mau berbicara soal Tuhan dengan
muridnya? "Betul begitu Ik? Juf yang kasih tau? Memang Aik tanya sama
Juf?" Mata saya sepertinya hampir melotot karena tak percaya. "Iya Bun,
Echt (betul banget)!" Malik mengangguk kuat.
Wah anak
saya betul-betul berani bertanya kepada ibu gurunya soal Allah?! Saya
semakin kaget. "Aik gimana tanyanya sama Juf?" Saya sungguh penasaran.
"Juf,
Wat is Allah?" jawabnya. "Oh ya, Aik tanya begitu?" Saya masih tak
percaya. Malik mengangguk. "Terus Juf jawab apa Ik?" Dan jawaban Malik
membuat saya semakin tak percaya. "Allah is allevorm (semua bentuk).
Allah is vierkant (segiempat), Allah is driehoeken(segitiga)." Aik
menirukan Jufnya. "Bunda, Allah juga bisa ngomong Italia,
Deutchland(Jerman), Prancis, semua negara-negara Allah bisa ngomong,"
lanjut Malik lagi.
Akhirnya karena setengah tidak
percaya, sepulang sekolah saya meminta konfirmasi kepada juf nya di
sekolah,"Apakah Malik pernah bertanya tentang Allah?" tanya saya pada
guru Malik. Bu guru itu pun menjawab,¨ No...he never ask me about that!"
Olala...jadi semua betul-betul imajinasi Malik! Tapi mengapa ia bisa
mengarang cerita seperti itu? Hati saya tak berhenti tertawa juga
menerka-nerka, barangkali inilah bentuk pencarian Tuhan ala bocah, pikir
saya.
Dan pencarian Malik masih saja berlanjut. Beberapa
hari sesudahnya saya ingatkan suami saya untuk menjawab pertanyaan
Malik soal terbuat dari apa Allah. Lala yang pemahamannya sudah lebih
baik langsung menjawab,¨Allah terbuat dari semua, betul kan Ayah?"
Mendengarnya Malik langsung protes,"Mbak Lala fout (salah)!" Mbak Lala
itu Allah? (dengan nada suara menyalahkan) Ayah itu Allah? (masih dengan
nada yang sama) Aik itu Allah? (nadanya semakin menyalahkan) Bukan!"
Jawab Malik sengit. "Manusia nggak ada yang tau Allah terbuat dari apa
Ik," suami saya langsung menengahi.
"Allah terbuat dari
niks (bukan apa-apa)!" Seru Malik galak. Tapi karena jawaban asal dari
mulutnya itu saya pikir betul, saya pun langsung menimpali. "Oh iya Aik
betul sekali, Allah terbuat dari niks.¨ Tiba-tiba Lala menambahkan,"Tapi
kita bisa tau Allah terbuat dari apa nanti di surga." "Iya La betul
sekali. Mbak Lala pinter, Aik juga pinter pengen tau tentang Allah.
Seperti nabi Ibrahim yang mencari siapa Tuhannya itu lho. Inget kan
Aik..." Lalu suami saya kembali mengulangi cerita nabi Ibrahim. Malik
sok cuek, seperti tak mendengarkan ayahnya bercerita. Tapi sambil
memainkan legonya rupanya diam-diam dia serius mendengarkan ayahnya
bercerita. Setelah cerita selesai, tiba-tiba Malik berbisik pelan,¨
Maksud Aik, Allah terbuat dari niks (bukan apa-apa), karena harus
dilihat dulu nanti di surga," HmmKlagi-lagi saya tersenyum sambil
bergumam dalam hati, syukurlah rupanya Malik mulai bisa menemukan
¥pencarian¦ Tuhannya.
Selesaikah pencarian Malik? Oh
rupanya belum. Hari berikutnya lagi ketika suami saya sedang menggoda
Malik dengan berebutan buah melon, Malik bertanya,¨Melon ini buat ayah
atau buat Allah? Suami saya balas bertanya,¨Allah bisa makan ya Ik?"
Dengan penuh percaya diri Malik menjawab,¨Bisa. Kalo nggak makan nanti
Allah mati." Hehehe lagi-lagi saya geli dan ingin tahu imajinasi Malik.
"Allah makannya apa Ik?" tanya saya. "Makan melon, makan semua!"
Mendengarnya,
Lala yang berdiri di sebelah Malik cekikikan sambil berkata sok
dewasa,"Aik...Aik...Allah itu terbuat dari niks, jadi Allah makan
niks."
Malik tak mau kalah,"Allah terbuat dari niks tapi
bisa liat semua, bisa liat melon juga, bisa makan juga." Lalu analisa
Malik berlanjut. "Allah punya gigi? atau ndak?"
Ayahnya menjawab,"Allah terbuat dari niks, berarti nggak punya gigi Ik."
Setelah
beberapa saat termenung, Malik berkata, "Allah ndak punya gigi, Allah
itu baby atau oma (nenek)?" Hehehe saya tertawa lagi. "Allah itu bukan
baby, bukan oma, bukan semua," balas ayahnya. " Allah itu Tuhan!
Hmm...Aik...Aik..." timpal mbak Lala sok dewasa. Saya tak berhenti
tertawa, tapi saya maklum, anak seusia Malik memang hanya mengerti
hal-hal yang kongkret. Tak heran bila ¥pencarian¦nya tentang Tuhan
menjadi dialog yang ganjil dan lucu.
Namun, beberapa
minggu kemudian tawa saya berubah. Saat itu suami saya tak berhenti
menggelitiki Malik, dan Malik marah besar. "Sebesar apa marahnya Aik ke
ayah? tanya saya. " Dari Belanda sampe Afrika. Eh ehm.. maksud Aik
Sebesar bumi!" kata Malik. Tapi Lala membela ayahnya,"Kalo mbak Lala,
mbak Lala sayang sama ayah, sayangnya dari matahari sampe pluto." Lantas
Malik pun menyahut,"Aik marah sama ayah dari matahari sampe pluto!"
Tapi yang membuat saya heran, kalimatnya tak berhenti sampai disitu.
Dengan semangat ia berkata,"Dan Aik sayang sama Allah dari matahari
sampe pluto!"
Ya AllahKsaya sungguh terharu mendengarnya.
Apakah pencarian Tuhan ala Malik memang berakhir indah? Dengan cinta
yang begitu besar kepada Tuhannya? Entahlah, saya hanya bisa berdoa
semoga semua itu benar dan kekal adanya. Namun yang pasti, saya semakin
yakin bahwa pelajaran tentang Tuhan bagi anak-anak sungguh abstrak dan
tak mudah. Anak-anak adalah mahkluk spiritual, dan saya, orangtuanya
sekalipun, tak berhak untuk mematahkan imajinasi mereka tentang Tuhan.
Tugas saya hanya lah membimbing serta mengarahkan. Dan ternyata dengan
caranya sendiri ia menemukan Tuhan versi bocah. Bahkan dengan cinta yang
tak terbayangkan, dari matahari hingga pluto!
by : http://kembanganggrek2.blogspot.com/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar